VIVAnews - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar mengaku pernah dituduh Refly Harun menjadi makelar kasus untuk memenangkan perkara di MK. Akil membantah tudingan itu.
"Itu omong kosong. Memang buktinya ada?" kata Akil di Gedung MK, Rabu, 3 November 2010. Refly yang juga mantan staf ahli di MK menulis opini soal mafia kasus di MK di harian Kompas berjudul 'MK Masih Bersih?' pada 25 Oktober lalu.
Akil menceritakan bahwa dirinya dituduh mengatur perkara dengan anggota Panitia Pemilihan Kecamatan. Padahal, kata Akil, diirnya kerap menerima pesan singkat, misalnya dari Papua yang mengancam keluar dari NKRI jika dikalahkan MK.
"Apa yang begitu harus kita tanggapi? Ada juga yang SMS, perkara Marauke mengeluarkan uang Rp20 miliar untuk Pak Akil, Hamdan, Ibu Maria, Pak Alim. Bayangkan, SMS seperti itu apakah kita langsung percaya? Itu SMS ditunjukan langsung ke saya," ungkapnya.
Menurut Akil, melakukan transaksi suap senilai Rp20 miliar tidaklah mudah. Sebab, jika ingin dimasukkan ke rekening sendiri di bank harus diverifikasi terlebih dahulu. "Saya tidak punya uang Rp20 miliar di rekening. Dan saya terlalu murah untuk harga Rp20 miliar," ucapnya.
Akil pun meminta Refly untuk melakukan klarifikasi atas tuduhannya itu. Akil balik menuding, tuduhan itu dilayangkan Refly karena sengketa Pilkada di Papua ditangani Refly selaku pengacara salah satu pihak. "Itu kan subyektif, tidak benar, bohong, karena dia kalah."
Ketua MK Mahfud MD mengangkat Refly Harun, yang juga seorang pakar hukum tata negara, sebagai ketua tim investigasi pengungkapan markus di MK setelah Refly menulis opini itu.
Dalam tulisannya, Refly menyebutkan bahwa dirinya pernah mendengar langsung di Papua ada orang yang mengatakan menyediakan uang bermiliar-miliar rupiah untuk berperkara di MK termasuk menyuap hakim MK dalam menangani Pemilukada.
Selain itu dia juga mengaku pernah mendengar langsung dari seseorang yang pernah diminta hakim MK untuk mentransfer uang Rp1 miliar sebelum putusan MK diketuk palu.
Akil sendiri menyatakan siap diperiksa tim investigasi mafia hukum pimpinan Refli itu. Namun, dia meminta pemeriksaan itu didasari oleh adanya dugaan yang kuat.
"Masak nggak ada ujug-ujug-nya gua diperiksa? Gua gampar entar pake duit 20 mililar itu, lho. Aku membayangkan uang 20 miliar itu diangkut pake pick up kecil itu," kata Akil. (kd)
• VIVAnews
Kamis, 04 November 2010
Selasa, 26 Oktober 2010
Pengacara: Maruli Lebih Tepat Diadili di Pengadilan Pajak
Jakarta - Tim pengacara Maruli Manurung menilai kasus pajak yang menimpa kliennya tidak tepat dilakukan di pengadilan umum. Sebab merupakan kasus sengketa pajak yang merupakan wilayah hukum administrasi negara.
"Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh pejabat tertentu di lingkungan Ditjen Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik perpajakan. Itu merujuk kepada pasal 44 ayat (1) UU No.28/2007 tentang perpajakan," kata salah satu kuasa hukum
Maruli, Juniver Girsang, dalam nota keberatan (eksepsi) di PN Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Selasa (26/10/2010).
Maruli Manurung adalah salah seorang petinggi di Direktorat Jenderal Pajak. Dia didakwa menerima suap/gratifikasi saat menangani komplain pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT) senilai Rp 570 juta yang ditangani oleh Gayus Tambunan dan Humala Napitupulu.
Pada saat itu, Maruli menangani kasus Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diajukan oleh PT SAT. Dia menilai apa dilakukannya sudah sesuai prosedur berlaku sebagai mana tercantum dalam SK Dirjen Pajak.
"Bahkan, SKPKB tersebut disetujui oleh Dirjen Pajak saat itu yakni Darmin Nasution," ujar Juniver.
"Kenyataannya, SK Dirjen Pajak tersebut hingga kini tidak pernah dibatalkan. Bahkan saat menjalani fit and proper test calon gubernur BI, Darmin Nasution menegaskan bahwa tidak ditemukan kesalahan dalam keberatan pajak PT SAT," imbuhnya.
"Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh pejabat tertentu di lingkungan Ditjen Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik perpajakan. Itu merujuk kepada pasal 44 ayat (1) UU No.28/2007 tentang perpajakan," kata salah satu kuasa hukum
Maruli, Juniver Girsang, dalam nota keberatan (eksepsi) di PN Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Selasa (26/10/2010).
Maruli Manurung adalah salah seorang petinggi di Direktorat Jenderal Pajak. Dia didakwa menerima suap/gratifikasi saat menangani komplain pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT) senilai Rp 570 juta yang ditangani oleh Gayus Tambunan dan Humala Napitupulu.
Pada saat itu, Maruli menangani kasus Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diajukan oleh PT SAT. Dia menilai apa dilakukannya sudah sesuai prosedur berlaku sebagai mana tercantum dalam SK Dirjen Pajak.
"Bahkan, SKPKB tersebut disetujui oleh Dirjen Pajak saat itu yakni Darmin Nasution," ujar Juniver.
"Kenyataannya, SK Dirjen Pajak tersebut hingga kini tidak pernah dibatalkan. Bahkan saat menjalani fit and proper test calon gubernur BI, Darmin Nasution menegaskan bahwa tidak ditemukan kesalahan dalam keberatan pajak PT SAT," imbuhnya.
Sabtu, 23 Oktober 2010
Istriku Kau Hamili, Aku Tukar Istrimu
KOMPAS.com - Jika istri orang direbut kemudian pelaku dibunuh, mungkin ini sudah sering diberitakan. Namun yang terjadi kali ini beda. Bukannya pria yang telah merebut istrinya dilaporkan ke polisi, tapi istri dari pria itu diminta (ditukar-red) sebagai ganti.
Kejadian ini menimpa pasangan suami istri (pasutri) Khoirul Anwar (46) dan Kamariyah (38), warga Desa Toronan, Kecamatan Kota, Kabupaten Pamekasan dan pasutri Sugianto (40) dan Jamilah Dawiyah (38) warga Desa Waru Barat, Kecamatan Waru, Pamekasan.
Gara-gara Kamariyah, ibu tiga anak itu diajak selingkuh oleh Sugianto hingga hamil kemudian melahirkan anak, Khoirul menuntut Sugianto, teman akrabnya sendiri agar menyerahkan Jamilah, istrinya kepada dirinya.
Kasus ini terungkap dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Pamekasan, Kamis (21/10/2010), dengan hakim ketua Hendra Yusar dan jaksa penuntut umum (JPU) Nurhalifah, dengan dakwaan Sugianto melarikan istri orang.
Menurut Khoirul, yang ditemui seusai sidang, dari pada dirinya membunuh Sugianto, yang sudah memilik empat anak, karena telah merebut istrinya, lebih baik ia menuntut istri Sugianto diserahkan kepadanya.
“Ini sama-sama adil dan tidak ada yang dirugikan. Apalagi Kamariyah sudah tidak cinta lagi kepada saya. Begitu juga Jamilah kecewa lantaran dikhianati, suaminya berselingkuh dengan istri saya,” kata Khoirul. Sementara Jamilah, yang saat itu berada di samping Khoirul, hanya tersenyum, seperti mengiyakan.
Dikatakan Khoirul, kasus perselingkuhan ini bermula dari acara jalan-jalan santai di Pendapa Kabupaten Pamekasan dua tahun lalu. Saat itu, Sugianto teman satu partai dengan Khoirul terlihat akrab dengan istrinya dan memberikan jajan.
Diam-diam, rupanya Kamariyah sering mengadakan pertemuan dengan Sugianto, hingga mengundang pergunjingan tetangga. Bahkan, Kamariyah kemudian menggugat cerai di Pengadilan Agama (PA) Pamekasan. Karena belum tuntas, Khoirul mengajukan proses banding.
Di saat proses banding itu, Kamariyah menghilang dalam waktu lama dan tiba-tiba pulang ke Khoirul, dalam kondisi hamil tua, yang diduga hasil hubungan dengan Sugianto. Keruan saja Khoirul sakit hati dan melaporkan Sugianto ke Polres Pamekasan dengan tudingan Sugianto melarikan istrinya. Kasus ini kemudian diproses hingga persidangan.
Sementara Sugianto usai persidangan langsung pulang. Begitu juga Kamariyah, yang juga hadir di persidangan itu hanya terlihat diam.
Kasus suami menukar istrinya dengan istri orang lain juga terjadi di Tulungagung. Rohman (40) warga Desa Wungu Kecamatan Sumbergempol dan tetangganya Kamim (35) terlibat perkelahian seru, Selasa (19/10/2010). Saat diperiksa di Mapolsek Sumbergempol, Rohman mengaku dendam kepada Kamim. Pasalnya, Kamim telah menyelingkuhi istrinya, WJ (35) hingga dirinya harus menceraikannya. Dan WJ pun diserahkan Rohman kepada Kamim.
Hal itu dibenarkan oleh WJ yang ikut hadir di Mapolsek Sumbergembol. Namun, WJ menambahkan bahwa sebelumnya Rohman juga telah menyelingkuhi istri Kamim. Hingga akhirnya Kamim pun menceraikan
Kejadian ini menimpa pasangan suami istri (pasutri) Khoirul Anwar (46) dan Kamariyah (38), warga Desa Toronan, Kecamatan Kota, Kabupaten Pamekasan dan pasutri Sugianto (40) dan Jamilah Dawiyah (38) warga Desa Waru Barat, Kecamatan Waru, Pamekasan.
Gara-gara Kamariyah, ibu tiga anak itu diajak selingkuh oleh Sugianto hingga hamil kemudian melahirkan anak, Khoirul menuntut Sugianto, teman akrabnya sendiri agar menyerahkan Jamilah, istrinya kepada dirinya.
Kasus ini terungkap dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Pamekasan, Kamis (21/10/2010), dengan hakim ketua Hendra Yusar dan jaksa penuntut umum (JPU) Nurhalifah, dengan dakwaan Sugianto melarikan istri orang.
Menurut Khoirul, yang ditemui seusai sidang, dari pada dirinya membunuh Sugianto, yang sudah memilik empat anak, karena telah merebut istrinya, lebih baik ia menuntut istri Sugianto diserahkan kepadanya.
“Ini sama-sama adil dan tidak ada yang dirugikan. Apalagi Kamariyah sudah tidak cinta lagi kepada saya. Begitu juga Jamilah kecewa lantaran dikhianati, suaminya berselingkuh dengan istri saya,” kata Khoirul. Sementara Jamilah, yang saat itu berada di samping Khoirul, hanya tersenyum, seperti mengiyakan.
Dikatakan Khoirul, kasus perselingkuhan ini bermula dari acara jalan-jalan santai di Pendapa Kabupaten Pamekasan dua tahun lalu. Saat itu, Sugianto teman satu partai dengan Khoirul terlihat akrab dengan istrinya dan memberikan jajan.
Diam-diam, rupanya Kamariyah sering mengadakan pertemuan dengan Sugianto, hingga mengundang pergunjingan tetangga. Bahkan, Kamariyah kemudian menggugat cerai di Pengadilan Agama (PA) Pamekasan. Karena belum tuntas, Khoirul mengajukan proses banding.
Di saat proses banding itu, Kamariyah menghilang dalam waktu lama dan tiba-tiba pulang ke Khoirul, dalam kondisi hamil tua, yang diduga hasil hubungan dengan Sugianto. Keruan saja Khoirul sakit hati dan melaporkan Sugianto ke Polres Pamekasan dengan tudingan Sugianto melarikan istrinya. Kasus ini kemudian diproses hingga persidangan.
Sementara Sugianto usai persidangan langsung pulang. Begitu juga Kamariyah, yang juga hadir di persidangan itu hanya terlihat diam.
Kasus suami menukar istrinya dengan istri orang lain juga terjadi di Tulungagung. Rohman (40) warga Desa Wungu Kecamatan Sumbergempol dan tetangganya Kamim (35) terlibat perkelahian seru, Selasa (19/10/2010). Saat diperiksa di Mapolsek Sumbergempol, Rohman mengaku dendam kepada Kamim. Pasalnya, Kamim telah menyelingkuhi istrinya, WJ (35) hingga dirinya harus menceraikannya. Dan WJ pun diserahkan Rohman kepada Kamim.
Hal itu dibenarkan oleh WJ yang ikut hadir di Mapolsek Sumbergembol. Namun, WJ menambahkan bahwa sebelumnya Rohman juga telah menyelingkuhi istri Kamim. Hingga akhirnya Kamim pun menceraikan
Selasa, 19 Oktober 2010
Eks KSAD: Protap Tembak di Tempat Bisa Jadi Ajang Pembenaran Polisi
Jakarta - Polri telah mengeluarkan Prosedur Tetap Kepolisian Negara RI Nomor 1/X/2010 tentang penanggulangan anarki. Hal ini seharusnya tidak perlu dilakukan mengingat peluang untuk disalahgunakan sangat besar.
"Dengan ancaman pemberlakuan protap itu, akhirnya kita bisa menganalisis bahwa polisi akan melakukan pembenaran dengan tindakan-tindakan (menembak) itu. Kita jadi makin nggak simpati," ujar mantan KSAD Jendral Tyasno Sudarto usai acara diskusi di Gedung Wisma Antara Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Selasa (19/10/2010).
Secara pribadi Tyasno sangat tidak setuju dengan protap semacam itu. Karena itu justru bisa jadi bumerang untuk petugas di lapangan ketika menghadapi aksi.
"Saya kurang setuju dengan protap itu, itu berbahaya, itu bisa jadi pemicu," katanya.
Negara, menurut Tyasno, menjamin setiap warganya untuk menyampaikan aspirasi dan kritik pada pemerintah. Tapi dengan diberlakukannya protap tersebut artinya negara memotong hak rakyat untuk berbicara.
"Lagian itu juga bisa berujung pada HAM. Penyampaian aspirasi itu kan tidak boleh kalau sampai terjadi perusakan dan anarkisme. Kalau sekedar aksi demo, apa salahnya," lanjut KSAD di era tahun 1999-2000 ini.
Saat ini, menurut dia, mental polisi janganlah gampang terpancing menghadapi situasi di lapangan. Karena Indonesia bukanlah negara dengan sistem kepolisian yang bila menghadapi suatu keadaan langsung mengerahkan semua kekuatan.
"Sistem telah dirubah. Saat ini, negara kita sudah menjadi negara polisi, bukan sistem presidensil lagi. Dan negara polisi dan itu bahaya, berakibat pada diktator yudikatif, diktator melalui penegakan hukum," lanjutnya.
Tyasno berharap polisi ke depan tetap berpegang pada nilai Pancasila dan UUD 1945. Selain itu pembinaan pada petugas di lapangan perlu terus dilakukan.
"Jangan mengacu pada sistem kapitalis, polisi harus terus dilakukan pembinaan. Dan ke depan hubungan polisi dan TNI semakin bersatu, ya saya optimis," tandasnya.
"Dengan ancaman pemberlakuan protap itu, akhirnya kita bisa menganalisis bahwa polisi akan melakukan pembenaran dengan tindakan-tindakan (menembak) itu. Kita jadi makin nggak simpati," ujar mantan KSAD Jendral Tyasno Sudarto usai acara diskusi di Gedung Wisma Antara Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Selasa (19/10/2010).
Secara pribadi Tyasno sangat tidak setuju dengan protap semacam itu. Karena itu justru bisa jadi bumerang untuk petugas di lapangan ketika menghadapi aksi.
"Saya kurang setuju dengan protap itu, itu berbahaya, itu bisa jadi pemicu," katanya.
Negara, menurut Tyasno, menjamin setiap warganya untuk menyampaikan aspirasi dan kritik pada pemerintah. Tapi dengan diberlakukannya protap tersebut artinya negara memotong hak rakyat untuk berbicara.
"Lagian itu juga bisa berujung pada HAM. Penyampaian aspirasi itu kan tidak boleh kalau sampai terjadi perusakan dan anarkisme. Kalau sekedar aksi demo, apa salahnya," lanjut KSAD di era tahun 1999-2000 ini.
Saat ini, menurut dia, mental polisi janganlah gampang terpancing menghadapi situasi di lapangan. Karena Indonesia bukanlah negara dengan sistem kepolisian yang bila menghadapi suatu keadaan langsung mengerahkan semua kekuatan.
"Sistem telah dirubah. Saat ini, negara kita sudah menjadi negara polisi, bukan sistem presidensil lagi. Dan negara polisi dan itu bahaya, berakibat pada diktator yudikatif, diktator melalui penegakan hukum," lanjutnya.
Tyasno berharap polisi ke depan tetap berpegang pada nilai Pancasila dan UUD 1945. Selain itu pembinaan pada petugas di lapangan perlu terus dilakukan.
"Jangan mengacu pada sistem kapitalis, polisi harus terus dilakukan pembinaan. Dan ke depan hubungan polisi dan TNI semakin bersatu, ya saya optimis," tandasnya.
MUI Minta Ba'asyir Bina Terpidana Teroris
Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta ustadz Abu Bakar Ba'asyir memberi pembinaan pada terpidana teroris. Hanya dengan ustadz yang disegani teroris, mereka akan luluh.
"Pendekatan perlu dilakukan dengan ulama yang disegani mereka. Misalnya, ustadz Abu Bakar Ba'asyir mencanangkan teroris haram. Itu bisa mumpuni," ujar Ketua MUI Amidhan.
Amidhan mengatakan itu usai soft launching Indonesia International Halal Business and Food di kantor MUI Jl Proklamasi, Jakarta Pusat, Selasa (18/5/2010).
Amidhan mengatakan, pihaknya juga siap memberikan pembinaan pada terpidana teroris. Namun jika MUI yang melakukan, umumnya teroris kurang mendengarkan.
Sementara soal rutan khusus terpidana teroris, Amidhan setuju dengan usulan itu. Hal ini agar tidak terkontaminasi dengan terpidana lain.
"Diutamakan ada pembinaan agama lebih intens," tutupnya. (nik/fay)
"Pendekatan perlu dilakukan dengan ulama yang disegani mereka. Misalnya, ustadz Abu Bakar Ba'asyir mencanangkan teroris haram. Itu bisa mumpuni," ujar Ketua MUI Amidhan.
Amidhan mengatakan itu usai soft launching Indonesia International Halal Business and Food di kantor MUI Jl Proklamasi, Jakarta Pusat, Selasa (18/5/2010).
Amidhan mengatakan, pihaknya juga siap memberikan pembinaan pada terpidana teroris. Namun jika MUI yang melakukan, umumnya teroris kurang mendengarkan.
Sementara soal rutan khusus terpidana teroris, Amidhan setuju dengan usulan itu. Hal ini agar tidak terkontaminasi dengan terpidana lain.
"Diutamakan ada pembinaan agama lebih intens," tutupnya. (nik/fay)
Rabu, 07 Juli 2010
Ketua NU: Pembubaran FPI Harus Sesuai Undang-undang
- Sejumlah tokoh masyarakat lintas agama yang tergabung dalam Kaukus Pancasila mengusulkan kepada PBNU untuk menginisiasi pembubaran Front Pembela Islam (FPI) lewat class action. Wakil Ketua Umum PBNU As'ad Ali Said menilai pembubaran FPI harus sesuai undang-undang yang ada.
"Itu harus sesuai UU dan harus atas dasar penelitian hukum, apa benar itu oknum FPI atau bukan," katanya kepada wartawan, Jumat (2/7/2010).
Berikut wawancara wartawan dengan mantan Wakil Kepala BIN ini usai menghadiri pembukaan Kongres Fatayat NU di Asrama Haji Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat:
Apakah NU akan menegur FPI karena kasus kekerasan yang dilakukan organisasi itu?
NU anti kekerasan, kita tidak boleh menegur, tapi mengimbau bolehlah. Tapi persoalan ini kan masalah hukum. Jadi harus dilihat, saya kira banyak juga orang FPI yang cinta damai.
Apa sikap pemerintah menghadapi FPI?
Dulu kan sudah pernah Habib Rizieq ditahan, itu kan usaha juga artinya sudah ada tindakan dari pemerintah.
Kalau usulan pembubaran FPI bagaimana?
Itu harus sesuai undang-undang dan harus atas dasar penelitian hukum apa benar itu oknum FPI atau tidak.
Apakah FPI kurang pembinanan atau dimanfaatan?
Kalau menurut saya ini transisi demokrasi, kita akan menuju yang lebih baik. Ini dijadikan pengalamanlah.
Bagaimaan agar FPI bisa bertindak sebagai ormas?
Harus diteliti kembali undang-undang mengenai ormas
Langkah NU bagaimana ?
Kita akan imbau, mendorong agar kekerasan tidak terjadi dan sebab-sebabnya diteliti juga kenapa terjadi seperti itu.
Mengenai UU ormas seperti apa?
Misalnya ormas kan tidak diverifikasi, untuk menjadi ormas begitu maju langsung disetujui saja akhirnya ya seperti itu. Jadi harus ada verifikasi organisasi seperti apa, parpol seperti apa, ormas seperti apa. Jangan ormas berubah seperti partai dan partai berubah seperti ormas.
(nal/nrl)
Langganan:
Postingan (Atom)